Screen
Langit
pun masih mendung, daun pun masih menyatu dengan air yang enggan untuk
turun. Dira, karyawati di salah satu
majalah remaja. Dia pun mempunyai seorang kekasih bernama Ardi. Hubungan mereka
sudah berjalan dua tahun setengah. Hubungan
mereka di bina sejak kuliah, dan sekarang Ardi sudah menjadi guru bahasa Inggris di salah satu SMA negeri.
mereka di bina sejak kuliah, dan sekarang Ardi sudah menjadi guru bahasa Inggris di salah satu SMA negeri.
Sore
itu hujan baru selesai menjalankan tugasnya.
“Yang,
dapet undangan nih malam minggu besok. Temenin aku ya.” Pinta Dira
“Iya,
dimana emang?”
“di
situ, Antam”
“Iya
udah atur aja”
Ardi
dulu pria yang antusias dengan apapun Dira bicarakan, namun akhir-akhir ini dia
seperti mulai berubah. Dirumah pun Dira sudah sering ditanya oleh orangtuanya,
“Kak,
kapan kamu kasih mama papa cucu” selalu itu yang di bicarakan oleh orang tua
Dira. Ya Dira anak pertama, dan tidak salah orangtuanya selalu bertanya soal
itu.
“Iya
mah, sabar ya nanti ada waktunya” Dira pun menjawab
Bukan
hal baru, ini yang selalu mengganggu pikiran Dira. Beberapa teman sekolah dan
teman kuliah nya sudah menuju pelaminan, tentang ini bukan hanya orangtua Dira
yang menanyakan, tetangga bahkan temanya pun selalu menanyakan itu.
“Yang,
mau cerita” sms Dira kepada Ardi
“Iya
apa yang”
“kita
udah berapa lama yang pacaran?”
“Loh
kok tumben nanya gitu”
“em.....yang
kamu serius ga sama aku”
“iya
lah, kok kamu tanya gitu sama aku”
“aku
lagi pusing, kamu taulah tentang desakan mama papa soal pernikahan”
“oh”
jawabnya singkat
“kok
gitu doang jawabnya”
“engga
aku lagi nyuci motor nih. Nanti aku sms lagi ya. Muah”
Hah.
Selalu seperti ini kalau Ardi di ajak bicara seperti ini. Apa dia benar serius
denganku? Apa dia mulai bosan dengan
hubungan kita? Gumam Dira dalam hati
Sapaan
pagi hari sudah tidak ada. Panggilan kesayangan yang selalu membut kita tertawa
pun sudah tidak ada. Semua dipendam Dira di hatinya. Dia takut untuk
membicarakan hal ini dengan Ardi.
Dira
wanita yang cukup mandiri. Dia sering berjalan sendiri menyusuri setiap ruko di
dalam mall, membeli peralatan bulanan untuk orang rumah. Dan.. dia melihat lelaki
seperti Ardi dengan wanita lain.
Dia tidak percaya, dia amati sekali lagi dan
ya itu Ardi dengan wanita lain. Kaki dan dengkul Dira melemas, dia hanya
mengamati Ardi dari kejauhan. Dia ikuti Ardi.
Namun
betapa kagetnya Dira, Ardi memasuki kantor Wedding Organization. Dia tidak bisa
berkata, dia
tidak sanggup meneruskan untuk mengikuti Ardi pergi dengan wanita
itu. Sepanjang jalan dia hanya termenung, dia tidak percaya dengan apa yang dia
liat tadi.
Kemana
hubungan yang dua tahun ini, apa yang harus aku lakukan, bagaimana aku harus
bicara tentang ini ke orang tua ku, teganya dia meninggalkan aku , nama anak
yang kita buat waktu itu , keluarga yang selalu tertawa kecil, kenangan kamu
yang selalu membuatku tertawa saat aku sedih, membujuk aku untuk makan saat
sakit,
Pertanyaan
itu selalu berputar dipikiran Dira. Apa salah ku, kenapa kamu berbuat seperti
ini yang? Di taksi Dira hanya menangis, dan begitu sampai di rumah dia langsung
masuk kamar.
Dia
pandangi foto yang terbingkai di kamarnya, dia pandangi guling kesayangan yang
diberikan Ardi.
Dan
tiba-tiba ponselnya berbunyi. Ardi. Ya , itu Ardi. Rasanya ingin dibanting
saja, sakit hati yang Dira rasakan hanya bisa terdiam. Namun, Dira wanita yang
sangat tidak bisa membiarkan Ardi khawatir tentangnya
“i..ya”
suara Dira terdengar dengan terisak
“lho,
kamu kenapa?kamu nangis ya?”
“ga
kok” jawab Dira dengan menghela nafas berharap isakan tangisnya tidak terdengar
lagi.
“oh
ya udah, kamu lagi apa?udah makan?” . What?? Kontras banget sama yang tadi dia
lihat, namun
Dira tidak membahas apa yang dia lihat sampai Ardi yang memberitahunya
sendiri.
“Udah
kok, kamu dimana?”
“aku
lagi sama temen kantor, lagi makan-makan di cafe depan kantor”
“oh,
aku pusing banget. Aku mau tidur dulu ya. Kamu jangan pulang malem-malem ya”
dan telepon langsung ditutup oleh Dira. Ya , dia memang bersama temanya, teman
tapi mesra! gumam Dira dalam hati.
Hari
itu pekerjaan Dira sedang banyak-banyaknya, namun masalahnya yang membuat pecah konsentrasinya.
“Dir,
kenapa lo? Pucet gitu? Sakit?” tanya Andien sahabatnya di kantor. Dira tidak
bisa membendung lagi perasaanya
“Andinnnnnnnnnn,
Ardi ndin..........” peluk Dira sambil menangis
“Lho,
kenapa? Cerita dong jangan nangis aja?”
“Di...dia
selingkuh depan mata gue, gue lihat sendiri mereka jalan berdua di mall, mereka
masuk kantor wedding organization....”
“terus
lo samperin mereka ga? ”
“en...engga
dinnn , gue ga mau ribut depan umum, gue liatin mereka dari jauh aja ...”
“terus
lo udah omongin belum?”
“engga,
pulang dari gue lihat itu dia telpon gue, dia justru lebih care sama gue”
“kok
aneh sih, apa perlu gue yang ngomong ?” jawab Andin kesal mendengar curhatan
Dira
“e..engga
jangan, gue mau tau dia jujur apa ga?”
“yaudah,
lo mending ijin aja pulang. Sumpah gue ga pernah liat lo sepucet ini?”
“tttapi
ke..kerjaan gue massih banyak” Dira pun masih menangis terisak-isak
“hey,
percaya sama gua, biar gue yang ngerjain ini. Lo pulang dan tenangin diri lo”
Dira
pun langsung bergegas pulang menggunakan angkutan umum. Saat di lampu merah dia
melihat
Ardi, ya itu Ardi. Dan lagi-lagi dia bersama wanita yang kemarin dia
lihat di mall.
“Ya
ALLAHHH apa-apaan ini semua, salahku apa? Dua kali di depan mataku” teriak Dira
di dalam hati.
Dan
lagi, dia hanya memndangi kekasihnya bersama wanita lain dari balik kaca bus.
Aku
haru kuat, mungkin ini yang namanya titik jenuh yang di alami Ardi.
Hari
itu hari sabtu. Hari dimana Dira akan menghadiri acara perrnikahan temanya itu.
Dia pergi bersama Ardi.
“hai
cantik selamat yaaa?” sambil cipika-cipiki
dira menyapa temanya yang hari itu menikah
“makasihhh,
eh ini calonya?” tanyanya sambil menunjuk Ardi
“ah..iya
semoga ya. Oya aku kesana dulu ya.”
Lalu
mereka duduk di sudut ruangan gedung yang cukup besar. Dira yang sibuk
memainkan ponsel tidak sadar Ardi pergi entah kemana. Dia menatap segala
penjuru berharap bisa menemukan Ardi, dan akhirnya dia menemukan Ardi yang
sedang asik berbicara, tapi tunggu, itu wanita yang selalu dia lihat bersama
Ardi. Kenapa dia berani sekali datang kesini, padahal ada aku., gumamnya
Mungkin
kesabaran Dira sudah habis. Dia berlari , menangis kejar melewati Ardi dan
wanita itu . Ardi benar-benar tidak memperdulikkan, dia malah masuk ke dalam
gedung. Dira berlari keluar gedung namun satpam menghalanginya.
“Kepada
Dira Andriani,kekasihku tersayang tolong kamu putar badan kamu sekarang yang”
terdengar suara Ardi, Dira pun langsung membalikkan badanya, betapa kagetnya
disitu ada layar putih terpasang, dan film pun dimulai.
“Dira, this is special for you”
Disitu
ada ayah, ibu Dira, juga Ardi
“Pak,
maksud kedatangan saya disini saya berrniat serius dengan anak bapak” Ardi pun
memulai pembicaraan
“Apa
kamu benar serius dengan Dira?”
“Iya
pak, saya berniat untuk meminang anak bapak”
“Kamu
bisa membahagiakan anak saya?” tanya Ayah Dira
“Insyaallah
pak, sebisa mungkin saya jaga” disitu terlihat matanya Ardi berkaca di dalam
dokumentasi itu
“Bun,
gimana? Apa kamu rela?” tanya ayah ke ibunda Dira
“Jaga
anak ibu ya di, jangan sakiti dia, perlakukan dia dengan baik” ibunya sedikit
meneteskan air mata
“Baik
bu. Pak, bu terimakasih” Ardi pun mencium tangan orang tua Dira.
“Yang.... dua tahun setengah kita menjalani
suka dan duka bersama, kuliah dan skripsi bersama, waktu kita belum punya
apa-apa, kita kuliah naik kereta bareng , sampai kamu aku gendong biar masuk kereta
yang sangat penuh dan itu kereta terakhir. Sekarang aku mau bertanya apakah
kamu mau, menjadi ibu dari anak-anakku nanti??” dokumentasi pun memutar moment
yang sedang du narsikan oleh Ardi
Deg.Sumpah
saat itu perasaan Dira bahagia yang tidak terkira, dia tidak bisa berkata saat
dokumentasi itu di putar, foto saat mereka masih kuliah dulu, entah dari mana
foto itu ada. Setiap moment susah tergambar jelas di screen .
Ardi
pun datang menghampiri Dira lalu bersimpuh layaknya pemain opera saat di panggung
“Dir,
gimana?” Ardi pun berkata dengan mata berkaca-kaca. Semua masih menyaksikkan
itu, berharap Dira memberikan jawaban yang terbaik.
Tanpa
diduga Ayah dan ibunya Dira hadir juga, menyaksikkan moment bahagia anaknya.
“Wanita
itu siapa?” jawab Dira sambil meneteskan airmata
“Dia
Sari, saudaraku. Ardi juga saudaraku Dir” Raisa angkat bicara dari jauh sambil
tertawa kecil
“
Hihi kamu cemburu ya. Gimana jawabnya” jelas Ardi. Raisa adalah temanya Dira
yang menikah
“Ga,
aku ga mau” jawab Dira
“Apa???”
Ardi pun kaget
“Iya
, aku g mau lama-lama . ...”
“Ah...
yang bener dong” Ardi pun penasaran
“Iya
aku mau” jawab Dira.
Lalu
seisi gedung bertepuk tangan mendengar jawabanku. Dan tak lama kemudian
keluarga Ardi keluar membawa seserahan.
Oh
Ardi kau membuatku melting.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar