Rama, dia adalah sosok lelaki yang sudah
sangat lama mengisi hari-hari ku. Dia adalah sang lelaki yang selalu perfectsionist dalam segala hal mulai
dari pakaian dan apapun hal kecil sangat ia perhatikan. Hubungan yang diawali
dari semasa kuliah saat itu, masih bertahan hingga saat ini, susah dan senang
pasti aku lewati bersama Rama. Namun, suatu ketika Rama membuat keputusan, ya
dia sangat ingin untuk meneruskan cita-cita nya sekolah di luar negri. Rama
memutuskan untuk pergi keluar negri untuk meneruskan sekolahnya untuk mengambil
gelar master impianya dan aku “Sierra” ya panggil saja aku “Sierra”. Aku hanya seorang editor di salah
satu majalah remaja di Jakarta. Sudah delapan bulan Rama pergi kuliah disana
semua terasa sepi,ya sepi sekali. Biasanya kami selalu menghabiskan waktu untuk
pergi bersama walaupun hanya sekedar makan malam di pedagang kaki lima.
“Ra, kamu ngeliput konser ya di
Aussie” tiba-tiba atasan ku Pak Bryan memecahkan aku dari lamunanku.
“APA??” aku pun sontak berkata
sambil menoleh ke arah Pak Bryan.
“Iya kamu ngeliput ke luar
Indonesia langsung, soalnya wartawan kita yang khusus buat ngeliput ke luar
lagi cuti, kamu mau gak?”
“MAU PAK!” aku pun langsung
berdiri, tersenyum dan mengangguk keras yang menandakan aku sangat setuju
dengan tawaran dia.
Tugasku kali ini adalah meliput
konser dari seorang artis wanita kelas dunia yang beberapa waktu lalu batal
mengadakan konser di Indonesia. Rihanna.
**
Mimpi, apa ini semua mimpi? Aku
akan ke negara dimana tempat Rama menuntut ilmu. Dari dulu aku selalu ingin
kesana, menyusulnya sesekali melihat dia saat ini. Dia pasti sangat terkejut
melihat ku berada disana hmmm.
Aku pun bergegas mengemasi
semuanya, tak lupa aku akan membawakan untuk Rama makanan yang sangat dia sukai.
Astor, makanan klasik yang dulu tidak pernah dia lupa bawa di tasnya. Dia pasti
menyukai kejutan aku ini, ya pasti!
**
Sesampainya
aku di Sydney International Airport, aku langsung bergegas meliput konser yang
menjadi tujuan utama ku. Karena jarak antara Indonesia dan Aussie ini tidak
terlalu jauh aku tak merasa lelah. Aku lengkapi semua terlebih dahulu, aku
berjalan sambil menggantungkan kamera di leherku. Aku mengamati gedung ini,
setiap moment yang aku anggap bagus aku tak akan lewatkan untuk ku ambil
gambarnya. Sesampainya di lokasi konser, aku langsung mengambil gambar dari
setiap moment konser tersebut, dan tibalah saatnya aku untuk menanyakan
beberapa hal alias wawancara beberapa
mahasiswa ataupun mahasiswi yang memang asli penduduk Indonesia namun sedang
melanjutkan sekolah di sana. Dan, ya.. aku melihat seorang wanita cantik sedang
berdiri di ujung sana sendiri.
“Hey, kamu mahasiswi dari
Indonesia kan?’ tanyaku sambil mengulurkan tangan yang artinya aku mengajak dia
untuk berkenalan.
“Iya, kamu siapa ya?” tanyanya
padaku.
“Gue Sierra dari wartawan dari
Indonesia, boleh minta waktu sebentar buat sekedar nanya-nanya tentang opini
mengenai konser ini?”
“Okey ga masalah kok, gue Kara
“ sambutnya sambil menjabat tangan ku.
Dan saat perbincanganku dengan
Kara sedang berlangsung, tiba terdengar
suara ponsel Kara berbunyi,
“Iya hon, aku disini “ katanya
sambil mencari-cari orang dari kejauhan sambil melambaikan tangan seolah sedang
membei tanda kalau ia sedang berada disini. Saat itu juga otomatis pembicaraan
ku dengan Kara terhenti sejenak menunggu sesorang yang sedang dia cari, aku pun
sibuk mencari ponsel ku di dalam tas.
“Hey hon” suara terdengar dari
kejauhan yang memang sudah terdengar akrab di telinga ku, aku pun mencoba
melihat untuk mengetahui siapa orang yang baru saja datang, dan ternyata,
“RAMA?!” aku pun tersentak saat
itu.
“SIERRA” dia pun tak kalah
tersentaknya dengan ku
“Honey..” panggil Kara kepada Rama, dan
langsung memeluknya
“Lho, kamu kenal dia??” tanya
Kara heran setelah mendengar kita saling menyebutkan nama.
“Gue temenya Rama waktu sekolah
dulu, gue satu kelas sama dia waktu SMA. Oke gue langsung ya,thanks ya Kara buat waktunya, gue mau
ngeliput lagi have fun nonton
konsernya” kata ku sambil mengulurkan tangan dan pergi menjauh. Rama hanya
terdiam saja tidak melakukan apapun, perlahan airmata ini jatuh tanpa aku
sadari, aku berjalan pergi menjauh setelah aku mengetahui yang selama ini dia
lakukan dibelakangku. Berjalan dengan tergesa-gesa mencari pintu keluar dari
dalam gedung ini, aku tidak tau apa yang harus aku lakukan lagi saat ini. Aku
masuk ke dalam taksi, dan langsung menuju hotel.
**
Aku pun
terus memandangi semua foto ku dengan Rama di laptop ku, aku tak menyangka akan
seperti ini semuanya, aku selalu berfikir positif ketika dia tidak memberi
kabar, dia yang terkadang tidak memperdulikan email yang selalu aku kirim, dia
yang terkadang lupa untuk sekedar mengucapkan selamat malam Aku pikir dia
memang sedang sibuk dengan segala tugasnya yang ada, aku pikir dia memang
benar-benar letih jika harus memebei kabar setiap waktu nya kepadaku di tengah thesis nya. Aku terdiam, menangis hanya
itu saja yang aku lakukan. Semua langsung hancur ketika aku melihat itu semua,
Rama lelaki yang aku yakini akan menjadi calon imamku, yang aku yakini akan
menjadi ayah dari anak ku kelak, terlalu banyak mimpi yang kita sudah susun
bersama untuk semuanya tapi dia malah menghancurkan semuanya. Tiba-tiba
ponselku berdering,
“Sierra, kamu dimana sekarang?
Aku bisa jelasin semuanya?” tiba-tiba Rama menghubungi ku dan langsung berkata
seperti itu.
“Ga Rama, ga ada yang perlu
kamu jelasin lagi, semua udah jelas kok, Dan kamu gak perlu capek-capek buat
jelasin semua ke aku. Mata dan telinga ku masih normal untuk memberi kesaksian.
Aku juga akan lupain semua mimpi kita, aku gak akan ganggu kamu lagi dengan
ribuan email ku yang jarang dan bahkan hampir sama sekali gak pernah kamu
bales!”
“Gak gitu Sierra, kamu harus
dengerin aku. Aku gak mau kehilangan kamu, aku mohon kamu denegrin aku kali ini”
terdengar suara Rama mulai serak yang mengisyyaratkan dia ikut menangis juga.
“Kamu tau, betapa sakitnya aku
tadi? Betapa aku terkejutnya aku? Aku, melihat calon suami ku di peluk wanita
lain depan ku. Kamu tau Rama, akhir tahun nanti kita akan nikah? Kamu tahu
betapa sangat aku beri kamu hati aku? Aku sangat kecewa Rama sama kamu? Apa
salahku Rama? “ aku pun menangis saat itu.
“Sierra, maafkan aku tapi aku
punya penjelasan. Please, kita harus ketemu sayang?”
“Gak perlu Rama, aku sudah
terlalu percaya kepada mu namun ketika semua sudah kamu hancurkan itu, aku jadi
sangat membenci mu. Jaga wanita itu seperti kamu menjaga ibu mu, jangan kamu
lakukan lagi kesalahan kamu ini ke wanita itu, Bye” aku pun mengakhiri
perbincangan itu, airmata ini langsung deras turun dan aku tak bisa
membendungnya. Aku pun langsung bergegas mengemasi barang-barangku setelah
laporan liputan ku ini selesai, pagi buta aku kembali ke Indonesia lagi.
Aku selalu mengisi hari ku dengan menulis, saat Rama jauh
dari ku. Aku sebut dia dengan ‘malam’ dan dia selalu menyebutku dengan ‘lil star’ ataupun bintang kecil.
Ketenangan ku bersamanya aku ibaratkan ‘malam’. Dan aku adalah bintang kecil
yang selalu merindukan ‘malam’ itu. Banyak puisi yang aku tulis untuk nya yang
slalu aku ibaratkan ‘malam’. Dan saat ini ‘malam’ ku telah pergi, ya dia
memutuskan untuk memberi ketenangan lain kepada bintang lain. Saat ini tak ada
teman yang menemani ku, aku hanya bisa menggoreskan kata-kata ku.
Dear, malam ku
pelepas penat,
Ijinkan aku
ketika aku tidak mampu menahan semua peluhku saat ini,
Malam, aku sadar
waktu mu memang singkat,
Awalnya aku
pikir sang bintang akan selalu berdampingan dengan malamnya?
Malam, pernah
kau berkata saat itu, betapa kau kagumnya dengan bintang kecil itu?
Bintang yang
membantu mu memberikan mu malam yang indah?
Namun saat ini waktunya
tiba, kau terpaksa mengganti bintang kecil itu dengan bintang yang tampak lebih
berkilau dari kejauhan
Apa kau akan
bahagia tanpa bintang kecil yang selalu menari lincah, bercahaya seolah memberi
malam mu sempurna?
Malam, bintang
kecil itu sangat berterima kasih atas waktumu mengijinkannya untuk mendapatkan
ketenangan disampingmu,
Ketenangan yang
tidak akan ia lupakan,
Semoga bintang
lain itu akan lebih memberi malammu sempurna, malam.
Jika nanti ada
bintang kecil yang berkelip dari kejauhan,
Itu bintang mu
yang dahulu, dia akan selalu tersenyum melihat dirimu.
Sedikit lega saat aku selesai menuliskan itu
semua, aku berkemas dan siap untuk besok terbang kembali ke Jakarta.
**
“Wah cepet banget kamu balik Sierra?
Eh tunggu kok kamu pucet? kamu sakit?” Pak Bryn menyambutkku
“Iya pak, oya pak ini semua
sudah selesai laporanya saya ijin pulang ya pak”
“Yo ndak apa-apa Ra, kamu
istirahat ya”
“Iya Pak makasih” kataku datar.
Aku pun berjalan menyusuri
halte, tak peduli saat itu hujan datang dengan deras. Di saat semua orang
sekitarku berlari untuk meneduh, aku hanya berjalan perlahan menikmati air
hujan ini menyentuh seluruh tubuhku. Aku senang saat hujan datang, karena tidak
ada seorang pun yang tahu ketika aku sedang menangis. Lalu tiba-tiba bruk,
seorang lelaki tinggi datang keluar dari dalam taksi menabrak aku yang saat itu memang tidak memperhatikan
kondisi sekitarku.
“Eh maaf ya..Loh Sierra??”
lelaki itu meminta maaf, diam lalu dia mengamati dan mengenali ku,
“Ga apa kok,...?” aku pun balik
mengamati lelaki itu
“Lo gak kenal gue Ra?” tanya
lelaki itu namun aku masih menunduk dan menggeleng saja
“Look at me so deeply, please” pinta nya, aku pun mengamatinya
“A...Alvin?”jawabku ragu
“Iya Ra, loh lo kok basah gini
sih? Nih pake..” dia pun memberi jaketnya kepada ku
“Ga usah Vin..” kataku sambil
menahan gemertak susunan gigiku
“Apaan sih lo, liat baju lo
basah gini Ra?” samar-samar suara Alvin pun menghilang dan pandangan ku mulai
buram.
**
Ruangan ini sangat berbeda
tercium dari aromanya. Perlahan aku mencoba membuka mata, Alvin, ya sosok pertama yang aku lihat sedang
tertidur pulas menungguiku di rumah sakit ini. Aku pun mencoba memaksakan diri
ku untuk bangun dari tempat tidur,
“Ra, udah sadar lo? Jangan di
paksa bangun” Alvin tampak sigap menuntunku untuk merebahkan kembali tubuhku di
tempat tidur.
“Lo dari tadi nemenin gue ya?”
kata
“Dari tadi? Ra lo udah dua hari
ga sadar , kok di bilang dari tadi sih?hihi” terlihat ada wajah tenang
diwajahnya Alvin
“Masa sih, eh gue mau balik ah
soalnya dari jumat gue kan ke Aussie liputan dan ternyata sampai sekarang gue
disini. Tapi tunggu deh lo kok ada di sini.?”
“Lupa beneran apa lupa bohongan
sih lo? It’s February”.
“Emang ada apa Vin?” tanya ku
yang masih bingung, namun Alvin hanya diam saja dan tersenyum kecil.
“Udah nanti juga tau kok, eh
cincin lo kemana Ra?”
“Cincin?”
“Iya cincin yang selalu lo
pake, yang lo bilang dari si Rama?” tanya nya, aku pun langsung terdiam dan
menunduk.
“Kok lo tau soal itu? Tau dari
mana?” jawabku cukup kaget
“E..engga Cuma waktu itu lo
pernah update kan di twitter” jawabnya gugup
“Twitter? Kok lo tau?” tanya ku
yang tambah bingung
“Iya udahlah gausah di jawab
aja” jawab Alvin yang sepertinya kehabisan kata-kata, namun air mata ku jatuh
dengan sendirinya
“Eeeh kok malah nangis, gue
salah ngomong ya Ra? Aduh maafin gue ya Ra” katanya memohon
“Rama, Vin? Raaa- mma” aku pun
tak kuat meneruskan semua kata-kata ku
“Udah gak usah di terusin ya
Ra, gue ngerti kok. Udah nanti lo sakit lagi kan gue juga berabe”
“Oh ga ikhlas toh yooo” kataku
“Becanda kok” katanya sambil
tersenyum manis dan mengusap kepala ku
**
Alvin
adalah teman ku saat SMP dulu, dia orang yang cukup pintar dan memang selalu care kepadaku, tubuhnya yang tinggi
proporsional dengan kulit kuning langsat serta senyumnya yang selalu bisa
membuat ku tersenyum terdiam. Melihatnya selama 6 tahun tak bertemu dan
komunikasi dengannya otomatis aku terkejut, terakhir aku dengar dia sudah
berada di Seoul karena memang pekerjaanya adalah seorang pramugara. Tak ada
satu wanita yang tidak menyukai sosok Alvin namun aku hanya menganggap dia
seorang teman ku saja. Sahabat yang selalu berada di sampingku di segala
kondisi, termasuk keadaan seperti ini.
Hei
Sierra malam, gimana keadaan lo?
Udah
sehat kah ?
Alvin
Received :
7.15pm
Pesan singkat dari Alvin pun
memecahkan aku dari lamunanku,
Malam,
udah baikan kok gue
Lo
dimana sekarang Vin?
Oya
lupa gue, btw thanks dude udh jagain gue
Di
rumah sakit
Aku pun membalas sms Alvin yang
dia kirimkan dan pembicaraan kami dimulai.
It’s
ok Ra, kaya sama siapa aja lo
Eh
gue lagi pengen makan nih, pecel ayam deket sekolah kita dulu
Lo
mau nemenin gue ga? Sekalian gue mau cari sesuatu
Kalau
mau besok gue jemput di rumah lo. Gimana?
Aku pun menerima tawaran Alvin.
**
“Kakak.... bangunn” Bunda pun
membangunkan ku dari tidur
“Iya, apa sih mah ini kan
Sabtu. Aku libur” mataku masih terpejam juga saat berbicara dengan Bunda
“Loh ada Alvin di bawah, eh
Bunda kangen sama Alvin, kok tiba-tiba dia ada disini ya?udah gede lagi
sekarang”
“Hah?! Alvin, astaga aku lupa
yaudah Abun keluar dulu aku mau mandi bilangin tunggu ya ”
“Waduh anak gadis Bunda ribet
bener ya? Itu pertanyaan ga di jawab lagi” jawab Bunda sambil keluar kamarku
**
“Waaa Vin, maaf yaaa? Hehehe”
kataku menghampiri Alvin yang sedang duduk di ruang tamu
“Udah biasa gue dari dulu emang
ga pernah ilang tuh habbit lo”
“Hehe udah ah yuk jalan” kataku
sambil menarik tangan Alvin
**
Sesampainya di tempat yang
Alvin maksud, kami langsung bergegas makan dan semua masih terlihat seperti 9
tahun yang lalu. Tak lupa kami sempatkan masuk ke dalam sekolah kami dulu.
Bangku taman tempat ku dan Alvin duduk saat berdiskusi tentangi pelajaran masih
ada dan tidak berubah sama sekali. Di sini aku mencoba menatap Alvin, tak banyak
yang berubah dari dia.
“Hmm Ra, inget ga lo sama
tempat ini?” tanya Alvin
“Iya gue inget kok kan ada yang
pernah tuh kelabakan dikerubutin cewek-cewk waktu itu, malah ada yang nyubit
gue soalnya disangka lo sama gue pacaran kan?”
“Haha, iya terus lo nangis kan
di cubitin si Dara? Terus si Dara malah gue omelin”
“Iya dan semua orang tuh selalu
berisik, bilang kalau muka kita tuh mirip sampai gue bosen dengernya”
“Keseringan bareng kali ya kita
Ra”
“Mungkin..” kataku sambil
tersenyum menatap Alvin
**
Hari pun terus berlalu tak
terasa sudah dua minggu aku mulai mencoba meninggalkan masa lalu ku dengan
Rama, semakin aku mencoba untuk melupakan Rama semua semakin nyata. Beribu
email mengisi inbox ku,namun tak sedikit pun ada hasrat ku untuk membacanya.
Aku hanya duduk termenung menatap jauh keluar dari kamar ku. Entah bagaimana
aku harus membicarakan ini semua dengan keluarga ku, dimana akhir tahun ini
adalah hari pernikahan kita. Pertemuan keluarga pun sudah dilakukan satu bulan
yang lalu. Dan saat aku masih termenung ponselku berdering, BBM dari Lala sahabat ku dan sahabat
Rama.
Ra,
sabar ya. Gue barusan terima email dari Rama
Dia
mengundang kita semua buat dateng ke tempat dia
Ke
Sydney, dia mau nikah Ra sama Kara. Ra harusnya lo dengerin
Apa
alasan Rama Ra, tapi gue juga ga ada hak buat jelasin ini
lo
mau dateng atau ga Ra?
Deg. Semua terasa hancur,
airmata ku terus menggalir tanpa henti. Terduduk lemas di lantai dan rasanya
aku hanya ingin teriak. Mengapa hal ini semua terjadi, apa salah ku? Waktu
terasa berhenti sesaat saat aku mengetahui itu semua, tiba-tiba semua menjadi
terlihat ke masa saat aku dulu bersama Rama. Aku hanya bisa menangis
sekencang-kencangnya, aku berteriak seperti orang tak waras. Semua barang yang
berada di sekitarku akuhancurkan termasuk bingkai foto-foto ku dengan Rama.
“Ka...kakak? Kamu kenapa?”
terdengar suara Bunda dari luar kamar, namun aku tidak menghiraukan. Bunda pun
langsung bergegas turun kembali setelah mencoba mengetuk pintu kamar ku namun
tidak ada jawaban juga. Aku merebahkan tubuhku di atas lantai yang penuh pecahan
kaca dari bingkai ku dan tak lama terdengar suara seperti orang ingin menobrak
pintu kamar ku, ya dia Alvin.
“SIERRA??” Alvin terkejut
melihat kamar ku berantakan dan banyak pecahan kaca dimana-mana
“Ra, lo kenpa sih?” tanya Alvin
dengan wajah sangat khawatir
“Alvin” aku pun spontan memeluk
Alvin sambil menangis
“Iya Ra udah, lo kenapa? Tadi
nyokap lo khawatir banget di bawah dan kebetulan gue lewat sini dan mau mampir
tapi ternyata lo kaya gini”
“Vin, please ajak gue keluar.
Ijinin gue sama nyokap, gue tau nyokap pasti larang gue pergi. Please Vin gue
butuh tempat buat gue ungkapin perasaan gue ini” pinta ku kepada Alvin
“Iya tapi janji lo jangan
macem-macem ya” Alvin pun memegang
pundak ku untuk memastikan, dan aku menggangguk mencoba menegrti maksud Alvin.
Suara angin dan gemuruh ombak
pun sangat menenangkan, suasana malam di pinggir pantai ini adalah tempat yang
selalu menjadi tempat ku meluapkan apa yang aku rasa.
“Sekarang lo ceritain Ra? Ada
apa? Jangan bikin gue khawatir” tanya Alvin dengan tatapan yang berbeda saat
itu.
“Ra...rama” jawabku mulai
menangis.
“Menangis lah Ra, kalau memang
menangis itu bisa menenangkan semua perasaan lo”.
“Iya Vin, dia mau married.
Emang banyak email yang dia kirim ke gue, tapi ga ada satu pun yang gue baca.
Dan tadi sore Lala, sahabat gue dan Rama bilang ke gue kalau Minggu depan gue
dan yang lain di undang ke....” jawabku mulai susah untuk berkata karena
menangis.
“Ke mana Ra?”
“Ke nikahnya Vin, lo pasti tau
gimana rasanya jadi gue. Hancur semua perasaan gue Vin, dua tahun bukan waktu
yang sebentar buat gue jalanin semua itu sama dia. Dan asal lo tau, akhir tahun
ini dia juga udah janji mau nikahin gue. Tapi entah kenapa semua berubah
tiba-tiba Vin??” aku pun menangis terus
“Ra, ...” saat Alvin belum
selesai meneruskan semua kata-katanya aku pun langsung memeluknya.
“Vin, gue ga kuat Vin. Gue
sayang banget sama dia. Minggu depan tanggal 14 februari dia nikah Vin. Mau gak
mau gue haus relain dia, apapun yang bisa membuat dia bahagia gue juga
bahagia.”
“Tanggal 14? Tanggal 13 gue
juga ada penerbangan kesana kok, mau gue temenin Ra, gue rasa waktunya pas kok
kalau kita berangkat dari tanggal segitu?” Alvin pun menawarkan diri.
“Lo gak ada penerbangan lagi
Vin, abis itu?” tanya ku.
“Gak kok, udah ya Ra lo yang
sabar. Mana senyumnya?” Alvin pun berusaha menenangkan sambil merangkul ku.
**
Tanggal yang sangat ku hindari
pun akhirnya datang, aku sudah duduk di bangku pesawat yang akan membawa ku
terbang menyaksikan yang mungkin akan membuat ku sakit hati, lalu Alvin pun menghampiri
ku.
“Ra, udah siap?” tanya Alvin
dengan gagah dengan memakai seragam pramugaranya yang kebetulan memang dia
sedang bertugas.
“Iya, Vin” kataku pelan dalam
keraguan.
“Udah ya, nikmatin perjalanan
ini. Berdoa, dan jangan khawatir ya gue akan selalu siap kalau lo butuh apapun”
dan kembali Alvin selalu mencoba menenangkan perasaan ini lalu sambil mengusap
rambut ku dia kembali bertugas. Akhirnya malam itu pesawat pun terbang membawa
kami menuju Sidney, Australia.
Sepanjang perjalanan aku hanya
terdiam saja , memandangi pemandangan malam dari dalam kaca pesawat. Mengapa
semua terasa cepat, baru saja aku ingin membina keluarga denganya namun semua
mimpi ku harus terputus sampai hari ini. Hari dimana Rama sudah membuat
keputusan untuk menyakitiku, ya keputusannya ingin menikah dengan wanita lain
adalah keputusannya untuk menyakitiku.
“Ra, kita mau landing nanti
kamu tunggu di loby dulu ya saat sudah turun dari pesawat. Inget, jangan main
pergi ya. Tunggu gue” katanya memecahkan lamunanku sambil tersenyum
“Iya, Vin” kataku juga sambil
tersenyum
**
Pagi hari itu pendaratan pun mulus
terjadi, mengikuti apa yang Alvin bilang tadi padaku. Aku pun menunggunya di
loby bandara. Alvin pun masih berpakaian lengkap menghampiri ku dengan
tergesa-gesa seperti baru saja dia berlari-lari.
“Hah Ra? Yuk naik taxi
langsung” tarik Alvin
“Lama ya, maaf ya?” Alvin
tampak pucat namun senyumnya selalu menghiasinya
“Iya gak apa kok Vin” aku pun
tersenyum menatap Alvin memastikan bahwa aku memang sangat baik-baik saja.
Kami pun bergegas menuju taksi
yang langsung mengantarkan kami ke hotel. Sesampainya disana, kami langsung
menyiapkan diri untuk menghadiri acara yang memang sangat aku hindari. Bukan
hanya menyiapkan pakaian apa yang akan aku kenakan tapi juga menyiapkan hati
dan mental yang sangat aku butuhkan ketika aku menyaksikan itu.
Perhatian yang Alvin berikan
layaknya malam saat ini untukku, kenyamanan ini seolah terasa akhir-akhir ini.
Seakan memang terasa teduhkan ku, aku merasa perhatian yang Alvin mulai
berbeda.
**
Sesampainya kami disana, di
Masjid Rooty Hill di jalan 25-29 Woodstock Ave-Rooty Hill. Disana suasana pun
mulai ramai, kami pun memasuki ruangan masjid tersebut dan terlihat acara akan
segera dimulai. Aku pun memberanikan diri melangkah di temani Alvin.
“Ra, lo yakin mau nyaksiin ?” tanya Alvin memastikan.
“Iya Vin” aku tersenyum dengan
mata menahan peluh airmata.
Ketika aku dan Alvin duduk di
ruangan tersebut, semua keluarga Rama dan Rama melihatku. Semua terkejut dengan
kehadiranku termasuk teman-teman ku yang memang hadir disana. Detik-detik
pengucapan ijab qabul pun datang, tatapan mata Rama kepadaku sangat lah penuh
arti namun aku hanya tertunduk. Ternyata hati ini pun tak kuat juga menahan apa
yang akan aku saksikan, aku berlari keluar masjid. Tiba-tiba Rama pun
menghentikan ucapan ijab kabulnya dan mengejarku keluar. Tangis yang memang
tidak dapat aku tahan pun mengalir dengan sendirinya, aku berdiri di halaman
masjid dan tersungkur lemas, lalu aku merasa ada yang memelukku.
“Ra, maafin aku.” aku pun mengenali suara itu, Rama.
“Apa, kenapa semua ini
terjadi?! Kamu tega sama aku Rama! KAMU TEGA!” aku pun berteiak dan
pertengkaran ku dengan Rama disaksikan seluruh tamu.
“Gak, seperti yang kamu pikir
Ra? Ga gitu, please kamu dengerin aku dulu” Rama ikut menangis dan bersimpuh
memeluk kaki ku.
“Lepasin aku Rama, lepasin!
Cukup kamu sakitin aku, jangan kamu sakitin wanita yang sedang menunggu kamu di
depan penghulu saat ini.”
Saat semua sibuk memperhatikan
aku dan Rama, selintas aku melihat Alvin dari kejauhan yang mengamati ku sambil tertunduk lesu, tak
menyadari arah langkah kakinya. Sepertinya ia ingin menyebrang jalan dan
meninggalkanku. Berjalan pelan dan mundur perlahan namun saat Alvin mundur
perlahan dia tidak memperhatikan sekitarnya. Sebuah mobil melaju dari arah yang tidak terduga lalu kencang
menabraknya. BRUK! Suara hantaman keras terdengar.
“ALVINNN !!!” Spontan aku
berteriak dan berlari menghampiri Alvin yang penuh darah tak peduli dengan Rama
saat itu.
“Alvin, Vin?? Bangun Vin,
please” aku mengkoyak-koyakan tubuhnya Alvin dan memangku kepalanya yang juga
sudah berlumuran darah saat itu
“Vinnn BANGUN! JANGAN BERCANDA
SAMA GUE VIN! GUE SAMA SIAPA VIN PULANGNYA?? KATANYA LO MAU NEMENIN GUE?” aku
pun makin keras berteriak mencoba membangunkan Alvin, lalu tiba-tiba pengantar
bunga datang mencariku, dia memberi rose bucket dan langsung pergi. Aku
mendekatkan buket itu ke depan hidungku dan mengendus baunya. Bau tajam bunga
mawar serta-merta menyergap hidungku. Bucket mawar ini indah sekali.
Di dalam bucket itu terselip
surat yang aku lihat itu ada tulisan bernamakan Alvin, segera aku buka
Dear
Sierra,
Sejak
sembilan tahun yang lalu, saat kuncir dua mu itu masih tersemat di kepalamu.
Dan
saat itu juga aku selalu memperhatikan mu, diam ku itu bukan aku malu
Namun
aku hanya takut ketika nanti kamu mengetahui apa isi hati ku
Sierra,
semua tentangmu selepas SMP dulu aku selalu mengetahuinya, termasuk tentang mu
dengan Rama.
Sierra
sengaja aku kirim rose bucket ini karena aku tahu, kamu sangat menyukai warna
merah dan bunga
Aku
pun juga berharap kejujuran ku ini tidak membuat mu terganggu dan setelah aku
mengetahui masalahmu dengan Rama saat
ini, aku berharap kamu akan sedikit terhibur Sierra.
Mungkin
ini semua terlihat kaku ya, tapi tak apalah aku baru kali ini memberanikan diri
mengungkapkan apa yang aku rasa ke wanita yang aku sukai.
Apa
kamu mengingat Sierra, saat ada coklat yang selalu terselip beserta surat
dengan kertas bewarna merah datang saat Valentine?
Dan
kamu terkejut dan selalu mencari siapakah yang memberikanya karena memang
setiap tahun selalu ada ?
Ya,
itu aku Ra...
Maafkan
aku ya Ra, jika itu semua membuat mu terganggu
Saat
itu aku hanya tidak tahu harus bagaimana mengungkapkan apa yang aku rasa
Mungkin
saat kamu membaca ini semua, bagimu ini sudah tidak penting
Namun
baru saat ini aku mampu memberanikan diri untuk mengatakan ini semua walau
hanya lewat sebuah tulisan.
Dan
pertemuan kita saat di halte kemarin adalah usaha ku untuk mencari kembali
alamat mu
Aku
rasa sembilan tahun cukup untukku memendam ini semua Ra, maafkan aku ya.
Selamat hari Valentine ya Ra
Salam
untuk si manis berkuncir dua
Alvin
“Alvinnnnn!!!!!!!!bangun Vin”
aku pun terus mencoba mengkoyak-koyak tubuh Alvin.
Semua hanya terdiam menyaksikan
ku dan Alvin, termasuk Rama. Tiba-tiba ada gerakan di bibirnya Alvin aku pun
mendekati ingin mendengarkan apa yang ingin ia katakan.
“Ra~~a, senyum ya, k~~amu
s~udah t~err~ima rose nya?” tanya alvin pelan dan penuh terbata-bata.
“Iya udah, ah lo jangan becanda
ah yuk balik lagi kita ke Indonesia Vin. Lo terbang lagi lo kejer mimpi-mimpi
lo lagi” kataku menangis sambil memberi semangat.
“Sy~~uku~~rlah Ra, ma~~fin aku
ya, n~amun a~~aku ~le~ga.....” Alvin pun terdiam dan kembali menutup mata.
“ALVINNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNN!!!”
**
Satu bulan setelah itu, aku
berjalan dengan langkah yang sangat goyah menyusuri keheningan malam. Menatap
ponselku yan biasanya ada pesan dari Alvin, dan sekarang semua hanyalah sebuah
mimpi untuk mendapat pesan-pesan itu. Aku pun mencoba mencari akun twitter pribadi milik Alvin, disitu
terdapat tweet terakhir nya.
A
couple years we haven’t met, and i’ve tried to forget you cause you’re such an
impossible
Semua
hanya penyesalan memang yang aku dapatkan saat ini, semua masih teringat jelas
di ingatan ku. Saat pertemuan kami di saat hujan, pelukanya yang menghangatkan
ku, pesan-pesan yang selalu memberi ku semangat dikala aku sedih dan saat terakhirnya.
Alvin andai kamu tahu, dulu hingga saat ini
aku masih mengingat apa yang aku rasakan. Ya, aku juga menyukai mu namun ada
satu kata yang membuatku tidak bisa mengatakan perasaan ini juga yaitu
“sahabat” . Aku pun langsung terpintas ingin menuliskan untuk persembahan
terakhir untuk mengenang Alvin
Sang
fajar tersenyum, ya tersenyum menyambutku
Menyambutku
menandakan bahwa pagi akan segera di mulai
Susunan
kapas putih di langit pun membentuk simfoni bersama mentari
Angin
dan rumput pun bermain menari indah bersama
Kelopak
indah itu tersusun rapih,
Membentuk
sebuah keindahan lain
Dan
dari keindahan lain membentuk menjadi beribu keindahan
Air
langit itu, menjadi saksi pertemuan kita kembali
Dan
keteduhan tatapan tertunduk itu kembali menatapku
Namun
saat ini mata itu telah menutup dan tak akan lagi menatapku
Tangan
itu telah berubah menjadi dingin dan tak bisa lagi menghangatkan ku
Kata
itu sudah membisu tak dapat lagi tenangkan ku
Belum selesai aku menyelesaikan
tulisan ini, angin pun seperti menyentuh uraian rambutku lembut, ah.. Alvin
apakah dia tahu saat ini aku sedang menulis puisi kecil untuknya?. Dan
tiba-tiba saja dentingan bambu-bambu kecil yang tergantung di dekat pintu itu
berdenting dan bergoyang seolah memberi isyarat bahwa Alvin sedang berada di
sini, di dekat ku. Alunan lagu Kerispatih
– Mengenangmu selintas terdengar merdu di telingaku.
Semoga
ketenagan menjaga mu disana
Menjaga
kekasih hati ku yang tak sempat aku miliki
Salam
manis ku untukmu penggemar kuncir dua
ku.
-Sierra-
Dan kembali, seolah memang
Alvin berada di sampingku. Angin menyibak kecil uraian rambutku dan kembali mendentingkan
tirai bambu-bambu. Semoga kamu tenang ya Vin disana, aku tidak akan melupakan
ini semua. Ya, semua yang aku rasakan saat ini adalah perasaan yang sangat
bergejolak, walaupun kamu tidak bisa aku miliki tapi aku mengetahui jika
perasaan itu memang ada. Pergilah Alvin di ketenanganmu, semoga nanti kita
bertemu di keabadian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar