Minggu, 27 Mei 2012

Lapangan Tanah Merah - event FF Peri Penulis


Lapangan Tanah Merah
( ini masih di ikutkan di event Peri Penulis )



Malam ini nampak cerah, lapangan tanah merah ini adalah tempat mereka melepas lelah setelah seharian bekerja. Ya, anak-anak itu  yang seharusnya masih menikmati harinya dengan penuh kegembiraan,tapi mereka 
harus mencari sendiri sesuatu untuk menggapai kegembiraanya dalam seteguk ataupun sesuap nasi.

“Elaaaaaaaaaaaaaaaa, sini setor duit ke gue.” panggil si Mak Gemblong. Umurnya Ella masih 6 tahun. Mak Gemblong itu adalah boss di daerah situ, badanya yang besar dengan tampang sangar. Jelas, dia yang menguasai dan mengendalikan anak-anak pinggiran kawasan Plumpang. Dan Ela adalah anak yang selalu ditindas oleh Mak Gemblong “Iya mak, bentaran ya!” Ela pun masih berlari kecil mengejar teman sebayanya.

“Kagak! Kemari lo. Gue mau tarohan sekarang! Cepettttttt!” sambil menarik tanganya yang kecil dan sangat rapuh.  Di tariknya tangan dan helaian rambut kusutnya itu sampai dia kesakitan.
“Iiiii--yaa mak, maaa aaff.” tangisan dari bocah kecil itu mulai terdengar.

“Nah, pan begini gue demen! Kenapa sih lo harus gue paksa dulu, demen banget gue siksa!” si Emak Gemblong itu pun terlihat puas dengan perbuatanya barusan sambil menghitung uang yang dia peroleh dari gadis kecil itu.

Di sudut lapangan tanah merah itu, Ela hanya duduk sambil menangis. Apa yang dia dapatkan hari ini, di ambil semua oleh si Emak. Dia yang sudah bersusah payah mendapatkan uang tapi dengan gampangnya si Emak merebut semuanya. Memang itu sudah menjadi tradisi di kawasan ini, apa yang anak jalanan itu dapatkan mereka harus menyerahkan semuanya, dan mereka hanya mendapatkan imbalan makanan yang sangat seadanya dengan jatah makanan sehari sekali, daan tempat tidur yang hanya beralaskan dan beratapkan kardus.
**
Plataran kantor dan ruko adalah tempat mereka melepas lelah ditengah aktifitas. Wajah-wajah penuh peluh dan harapan selalu tampak di wajah Ella beserta teman sebayanya yang bernasib sama dengannya. Walaupun terkadang Mak Gemblong mengawasi mereka dari jauh, mereka bisa menyembunyikan sedikit uangnya untuk patungan membeli dan makan bersama. Hanya dengan satu nasi bungkus dan satu plastik teh tawar hangat, bisa mengembalikkan senyum dan semangat mereka.
**
Lampu merah adalah nyawa mereka. Disanalah tempat mereka mencari nafkah. Hanya bermodalkan kayu, dan tumpukan tutup botol bisa menghasilkan segenggam uang receh. Terkadang ada yang memberi mereka uang yang nominalnya besar, dan ada yang hanya menghina mereka. Mereka tidak bersalah, mereka kumpulan anak yang tersesat di hiruk pikuk Jakarta, mereka rata-rata hilang dari rombongan orangtuanya yang berdomisili di kampung, tak tahu arah jalan pulang dan di temukan oleh Mak Gemblong di sudut jalan Jakarta.
**
Setiap malam Ella dan temannya duduk diatas tanah lapangan merah itu, tepat di belakang bangunan kantoran serta jalanan yang biasa mereka lewati setiap hari. Bermain, berlari, mengejar satu sama lain dan terkadang mereka merebahkan tubuh mereka diatas tanah merah itu tidak peduli baju mereka kotor. Mereka menatap langit bersama.

“Aku ingin deh ke situ suatu hari nanti.” Ella menunjuk satu bintang yang paling terang dengan sumringah.

“Aku juga, mau ke bulan.” balas teman sebayanya sambil tertawa kecil.

“Itu punya ku.” sahut teman yang lain.

“Ih.... aku!”

“Aku..” Ella pun berdiri dan menghampiri teman yang lain, dia menggelitik perut temannya itu, dan terjadilah kejar mengejar satu sama lain.

Mereka berlari, berputar mengitari tanah lapang itu. Dan “Woiiii, kemari lu padaa.” Sperti biasa Mak Gemblong datang dan memanggil mereka untuk meminta upeti.


Tidak ada komentar: